Mengenang 17 tahun Tragedi Arakundo

WAA : Rabu, 03/02/16 - Sejarah silam ZY bersama adiknya US menjadi saksi, saat itu masih duduk di kelas dua dan tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Malam itu mereka pulang dari lokasi ceramah dengan menggunakan sepeda. Ia juga melihat masyarakat yang rumahnya jauh dari lokasi ceramah sedang menunggu kendaraan.

Di Simpang Kuala, tiba-tiba masyarakat diserang dari arah Komando Rayon Militer (Koramil) Idi Rayeuk. Mendengar suara tembakan, ZY panik, masuk ke parit menyelamatkan diri. Tapi aparat yang melakukan penembakan menarik paksa beberapa masyarakat yang bersembunyi di parit, termasuk ZY. Setelah keluar dari parit, kepalanya ditendang. Tentara melemparnya ke jalan. Tentara juga menembak kendaraan di jalan. Serpihan peluru yang ditembakkan mengenai ZY. “Keunong serpihan jih bak punggong lon. Nyankeuh nyan gadoh asoe punggong lon (Kena serpihannya di pantat saya, itu sebabnya luka di pantat saya).” 

Kemudian ia dipukuli, ditampar dan diinjak-injak. Tulang rusuknya patah. Setelah dianiaya, tentara melemparnya ke dalam truk. ZY sempat melihat warga lain yang masih bersembunyi di dalam parit dipaksa keluar dan dilempar ke dalam truk. Di dalam truk, mereka masih mendapat pukulan dengan tali pinggang dan popor senjata. Sedangkan US tidak sempat dimasukkan ke truk. Setelah dipukul dan diijak-injak, US dilempar ke sebelah parit. Sebelumnya US sempat berteriak memanggil ZY karena ia melihat abangnya diangkut tentara. ZY yang kondisinya sudah sangat lemah hanya dapat memandang US dari balik truk. Melihat abangnya dibawa, US tidak dapat berbuat apa-apa.

Ia kemudian lari ke dalam hutan. Keesokan harinya US baru berani pulang ke rumah. Di rumah, ia menceritakan semua yang mereka alami dan mengatakan abangnya dibawa tentara. “Abang ka hana le (abang sudah tidak ada),” ujar US waktu itu kepada orang tuanya. Malam itu ZY dibawa ke kantor Koramil. Keesokan harinya ia baru dibawa ke kantor Polisi Resort (Polres) Langsa. ZY dimintai keterangan mengenai keikutsertaannya mendengar ceramah. Kemudian ia dibebaskan dan pulang sendiri ke rumahnya.

Saat ini ia merantau ke Aceh Besar bersama sang adik. Dia pernah mengikuti beberapa pertemuan terkait korban yang diadakan Koalisi NGO-HAM. DH alias AP, yang pada malam itu mengisi ceramah, mengatakan bahwa dakwah yang mereka lakukan waktu itu memang untuk perjuangan Aceh Merdeka. Kegiatan tersebut untuk memberitahu masyarakat tentang perjuangan tersebut.

“Dasar kegiatannya, meupeuget dakwah nyan kareuna na saboh reuncana untuk meuprang (dasar kegiatan tersebut, membuat dakwah karena ada rencana berperang).” Kegiatan tersebut yang keempat kalinya dilakukan di desa berbeda. Pertama di Desa Kaseh Sayang, Desa Pulo, Alue Meurebo, Kemuneng dan tragedi tersebut terjadi ketika ceramah di Desa Matang Ulim, Meunasah Blang. “Isi ceramahnya ingin bebas, ingin pisah dari Indonesia. Apalagi kita tahu sejarah, bahwa Aceh memang Negara merdeka. Otomatis kami masuk dalam struktur GAM, itu kami lakukan tanpa paksaan, atas inisiatif sendiri,” ujar SB, salah seorang panitia acara kala itu.

Menurutnya, semua masyarakat yang malam hari dibawa ke Langsa oleh aparat berjumlah 59 orang. Keesokan harinya tentara kembali membawa 12 orang masyarakat ke Polres Langsa. Mereka semua ditanyai keikutsertaan dalam ceramah tersebut. Setelah semua dibebaskan, hanya tinggal tiga orang yang memang terlibat dalam penyelenggaraan acara, yaitu RN, AP dan SB.

Mereka kemudian diproses dan diajukan ke pengadilan. Namun proses tersebut terhalang karena konflik yang terus memanas. Selanjutnya oleh Presiden BJ Habibie mengeluarkan kebijakan pembebasan tahanan politik. Mereka bebas.[]Bersambung…

Tulisan ini dikutip dari Buku | Fakta Bicara: Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005. Penulis: Mellyan dan Qahar Muzakar. Editor: Nahsrun Marzuki dan Adi Warsidi. Diterbitkan oleh: Koalisi NGO HAM Aceh, Cetakan Pertama, Maret 2011
Previous Post Next Post