Mengenang hari perjuangan bangsa Aceh yang ke 38 Tahun, 4 december 2014

Memori sejarah perjuangan bangsa yang terukir, 04/12/1976
WAA News - Rabu 04/12/14, Pada 3 December 1911 belanda telah menembak dan membunuh kepala Negara Aceh Sumatra, yaitu Teungku Cik Maát di Tiro dalam pertempuran di Alue Bhot. Belanda pun mencatat bahwa 4 december 1911 adalah hari akhir Aceh sebagai negara yang berdaulat, dan hari kemenangan belanda atas kerajaan Aceh.

Namun perjuangan rakyat Aceh untuk melawan belanda belum berakhir disitu saja. Sejarah telah mengukir, perjuangan Teungku Cik Maat di Tiro diteruskan kembali oleh pejuang-pejuang  yang selamat dalam pertempuran di Alue Bhot ketika itu.

Dengan perjalanan waktu dari tahun ke tahun yang penuh dengan berbagai jeritan kelam yang menimpa bangsa Aceh, tambah lagi dengan tipuan muslihat Presiden Sukarno pada masa Abu Beureuéh dulu sehingga bangsa Aceh terjebak dalam sangkar jajahan republik yang berkepanjangan.

Alhamdulillah, dengan lahirnya  sosok pemimpin Aceh almarhum Teungku Hasan Tiro  yang mampu membuka minda bangsa Aceh secara umum, dan membangun semangat untuk terus berjuang dalam mempertahankan marwah bangsa sehingga mampu melihat kembali jati diri sebagai anak bangsa yang mempunyai hak mempertahankan tanah endatu, kemerdekaan dan kedaulatan secara menyeluruh.

Sungguh luar biasa, bahkan beliau mampu membuka mata dunia  terhadap Aceh dengan membangkitkan roh sejarah bangsa Aceh yang begitu konflek melalui buku-buku karya nya. Almarhum Wali Neugara Teungku Hasan Tiro tidak berhenti berperang dengan pena disitu saja, tapi beliau terus begeliat dalam bergerylia memperjuangkan kemerdekaan Aceh dan pada tanggal 4 December 1976 mengangkat kembali takbir di gunung Halimon bersama pejuang-pejuang jajaran Angkatan Aceh Merdeka sebagai hari kembali kadaulatan Aceh sebagai negara yang merdeka.

Kini Proklamator Aceh Merdeka telah tiada, hanya sejarah perjuangan beliau dan karya ciptanya yang terus membuka mata anak bangsa untuk meyambungkan mencapai cita-cita mulia. Padahal banyak pengikut dalam barisan GERAKAN ACEH MERDEKA mengatakan sumpah setia untuk melanjutkan perjuangan bangsa dengan mengorbankan tenaga, pikiran, harta, darah dan nyawa.

Realita perubahan perjuangan politik dalam skala perdamaian Aceh yang bergelora, namun tidak menduga banyak  tokoh-tokoh GAM yang dulu setia untuk melawan Jakarta dalam membebaskan bangsa terdiam entah dimana.

Apakah mereka tidak bersuara kerna lupa pada sumpah setia atau hanya pura-pura gila untuk membalikkan nilai sejahtra kerabat keluarga tanpa memikirkan masa depan regenerasi bangsa ?

Riyuh piyuk suara orang-orang yang mengaku pejuang terus membahana di mana-mana, dan mereka berkata ini semua untuk perjuangan bangsa dan negara Aceh. UUPA dan memorendum of understanding  (MoU) yang di tandatangani 15 Agustus 2015 di Finlandia adalah mumudahkan banyak cara, Aceh hanya enam perkara yang masih berurusan dengan pemerintah reblik indonesia.

Selera anak bangsa terkesima dengan semangat perdamaian dunia sehingga mantan-mantan TNA pun berlomba-lomba dengan segala cara untuk mendapatkan mandat sebagai penguasa dalam roda pemerintahan sendiri (pemeurintah tamat keudroë) dengan upaya menjalankan semua amanah MoU yang tertunda akibat konflik internal yang membuta.

Entah apa yang terdusta ! Padahal program dan sistem dalam instansi pemerintah Aceh yang digunakan hanya kopi pasta, berarti kekususan Aceh bagaikan tubuh yang tidak mempunyai jiwa. Begitu juga kredibilitas wakil rakyat Aceh hanya menjelma sebagai birokrasi merajalela, seakan pemerintahan wasiat pusaka keluarga mereka.

Inilah fakta yang terbaca oleh lembaga World Acehnese Association (WAA), maka keadaan kepercayaan anak bangsa hampir kadaluarsa pada pemimpin bangsa. Jangan salahkan regenerasi bangsa kalau idiologi perjuangan bangsa terus membara. Karena perilaku kedustaan saudara-saudara yang mengabaikan hak-hak rakyat Aceh yang sudah puluhan tahun didera derita.

Namun bagaimana mungkin jiwa dalam sangkar bineka berkeinginan ingin merdeka! ya, paling tidak berdoa kepada tuhan yang maha kuwasa untuk kebaikan bangsa kita, mungkin saja kalau mereka pulih dari penyakit lupa ( wakil rakyat, kepala pemerintah seluruh aceh dan elemen bangsa Aceh) mempunyai nyali keberanian, kompak, tegas dan tidak melupakan sumpah setia untuk betul-betul memperjuangkan harkat dan martabat rakyat Aceh tercinta dengan hati nurani yang ikhlas walaupun jaman berbeda.

Selamat memperingati hari perjuangan bangsa Aceh / GAM yang ke 38 tahun, 4 December 1976 – 4 December 2014.

Maka, Sudah sepatut nya bagi pemerintah  Aceh sekarang untuk mengumumkan kepada masyarakat Aceh bahwa pada setiap tanggal 4 desember merupakan hari berkabung nasional. Dimana kita sebagai regenerasi bangsa akan mengenang para syuhada dan jasa para perjuangan endatu yang  begitu besar tempo dulu dalam mepertahankan kadaulatan Aceh dari serangan penjajah belanda dan konflik bersenjata selama 30 tahun dengan pemerintah republik Indonesia.

Koordinator WAA

Nek hasan
Previous Post Next Post